Sebagian besar protes terhadap sistem penilaian kinerja adalah karena kurang obyektifnya hasil pengukuran. Pola pengukuran kinerja yang dilakukan banyak organisasi bersifat subyektif, kental dengan unsur like or dislike. Pola seperti ini memang membuat orang tidak memandang pengukuran sebagai hal yang penting dan layak untuk diperhatikan. Untuk mengubah persepsi orang terhadap pengukuran, Anda harus dapat menghadirkan pengukuran yang benar-benar obyektif.
Pengukuran yang obyektif harus dibuat berdasarkan data-data kinerja yang akurat, ini akan menghasilkan obyektivitas yang tinggi. Anda harus memastikan bahwa untuk setiap KPI yang dipilih ada data kinerja yang bisa dijadikan referensi untuk pengukuran kinerja. Karena kita butuh data kinerja yang akurat dan obyektif, maka di setiap tim atau departemen harus dilengkapi dengan sistem informasi dimana data kinerja karyawan dapat diakses. Penerapan sasaran dengan indikator kinerja yang beragam mengharuskan pemimpin untuk mengetahui data kinerja bahkan secara real-time.
Data kinerja haruslah informatif dan dapat dipercaya. Selalu diupdate setiap ada perkembangan baru dalam kinerja, sehingga pergerakan kinerja dapat terekam dengan baik. Update ini hendaknya dalam pengawasan dua orang atau lebih sehingga validitas data dapat dipertanggungjawabkan. Bila pencapaian kinerja hanya dilaporkan oleh satu pengamat kita khawatir data itu hanya berdasarkan persepsi satu pengamat tersebut, bukan dari data aktual.
Darimana datangnya informasi dalam data kinerja? Anda dapat meminta individu atau tim untuk membuat laporan kinerja yang merepresentasikan pencapaian kinerjanya di setiap indikator kinerja yang dipilih. Tapi meski begitu ada baiknya Anda memiliki sumber data pembanding sehingga Anda dapat melakukan pemeriksaan silang apakah data yang diberikan karyawan valid atau tidak. Pemeriksaan silang membantu Anda memastikan apakah data kinerja yang Anda terima sesuai atau tidak dengan kenyataannya. Untuk data seperti omzet penjualan Anda dapat memeriksa silang datanya ke departemen keuangan. Hasil pengamatan dua orang atau lebih biasanya lebih valid.
Individu atau tim yang diminta menginput data kinerja haruslah teliti dan proaktif. Seringkali ketidaktelitian menyebabkan proses analisis kinerja menjadi kurang akurat dan menyebabkan kesalahpahaman yang bisa mempengaruhi tingkat kepercayaan semua pihak. Bila data yang diperlukan belum tersedia, individu atau tim harus proaktif untuk mengusahakan data itu sesegera mungkin. Bila semua pihak hanya menunggu secara pasif kemungkinan data yang diperlukan akan terlambat dihadirkan.
Dengan data kinerja yang valid Anda tidak akan kesulitan dalam menghadirkan pengukuran kinerja yang obyektif untuk karyawan. Anda juga dapat memonitor kemajuan kinerja hari ke hari dan dapat memberikan advis yang tepat sesuai data kinerja yang Anda miliki. Tersedianya beragam data kinerja yang mewakili keseluruhan indikator kinerja memainkan peran sangat vital dalam pengukuran kinerja. Di tingkat organisasi dan tim, data kinerja itu sangat mendukung untuk pengambilan keputusan strategis perusahaan. Bila datanya salah, keputusan yang diambil juga bisa salah. Di tingkat individu, data kinerja dapat membantu proses pengukuran kinerja yang sangat penting bagi karyawan. Mereka dapat mengetahui seberapa baik kinerja yang dilakukannya.
Tidak banyak pemimpin yang dapat mengetahui secara pasti apakah karyawannya memenuhi harapan kinerja atau tidak. Sebagian besar pengukuran yang dilakukan adalah bersifat subyektif. Selain subyektif, pengukuran itu dilakukan dalam rentang waktu yang terlalu panjang sehingga terlalu terlambat untuk memperbaiki kinerja karyawan. Kita membutuhkan informasi obyektif mengenai kinerja karyawan sekarang, bukan semester atau tahun depan. Apakah alat pengukuran kinerja obyektif yang bisa memenuhi kebutuhan Anda?
Saya menyarankan Anda untuk menggunakan KPI Based Performance Appraisal. Dalam format ini, kinerja dinilai berdasarkan pencapaian sasaran kinerja karyawan di setiap indikator kinerja yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan metode appraisal ini Anda dapat mengetahui seberapa baik karyawan telah bekerja dikaitkan dengan target kinerja yang menjadi fokus mereka.
KPI Based Performance Appraisal menggambarkan realisasi target kinerja karyawan di setiap indikator kinerja. Dari pengukuran tersebut kita tahu apakah sasaran kerja karyawan tercapai atau tidak. Setiap KPI akan diberikan bobot sesuai prioritas dan tingkat kesulitannya. Jumlah bobot total adalah 100 karena kita ingin mendapatkan nilai dalam skala 100. Namun dalam pengukuran ini seseorang bisa saja melampaui skor 100 bila melampaui target kinerja yang telah disepakati.
Saya memilih KPI Based Performance Appraisal karena memetakan dengan tepat apa sebenarnya yang sedang diupayakan seorang karyawan dalam bekerja. Melalui model pengukuran ini Anda dapat mengetahui langsung bila karyawan tidak mencapai kinerja yang diharapkan pada indikator kinerja tertentu. Anda dapat memfokuskan perhatian pada angka realisasi dan target dari sebuah KPI. Bila realisasi lebih kecil dari target, dapat disimpulkan karyawan itu membutuhkan perbaikan yang lebih fokus pada KPI tersebut.
Model pengukuran ini bisa diupdate secara harian, mingguan, ataupun bulanan. Anda bisa dengan mudah melakukan selama data kinerja tersedia dengan baik. Bila Anda dapat mengetahui level kinerja karyawan dari waktu ke waktu, tentu lebih mudah untuk melakukan berbagai intervensi untuk memperbaiki kinerja mereka. Pencapaian KPI yang tidak sesuai harapan Anda dapat menjadi prioritas perbaikan.
Dalam pengalaman saya sedikit sekali karyawan yang mengeluh terhadap keabsahan alat pengukuran ini. Karena model ini berbasis data. Pengukuran kinerja tidak keluar dari sasaran kerja yang telah disepakati di awal. Bahkan karyawan Anda bisa mengkritisi hasil pengukuran bila dipandang data realisasi kinerja yang dimasukkan tidak sesuai dengan data aktual yang mereka miliki. Ini membuat mereka merasa memiliki sistem pengukuran ini.
Model pengukuran ini mendorong motivasi orang dalam bekerja. Kita tentu masih ingat bagaimana sukacita meraih skor tinggi di sekolah. Saat skor kinerja tidak tersedia di tempat kerja terlihat orang tidak lagi mencari tantangan dalam karirnya dan ia kehilangan peluang untuk merasakan kegembiraan karena mencapai skor terbaik dalam kinerja.
Pemimpin yang efektif akan menggunakan model pengukuran ini untuk mengelola kinerja. Ia dapat lebih yakin dalam pengambilan tindakan intervensi karena informasi kinerja yang dimiliki lebih akurat dan obyektif. Ini menguatkan kendali di tangan pemimpin. Alat pengukuran ini membantu pemimpin mengelola kinerja individu secara lebih baik. (Bambang Triyawan)