Sering kita mendengar ungkapan, “Karyawan yang bahagia akan jauh lebih produktif.” Apakah benar demikian? Apakah memberikan karyawan semua yang yang mereka perlukan akan menjamin produktivitas mereka akan meningkat secara signifikan? Dalam beberapa kasus yang saya temukan di klien, setelah suatu tuntutan karyawan dipenuhi maka memang ada perubahan dalam kinerja mereka, tapi hanya sesaat. Selang 30 hari kinerja mereka akan kembali ke titik semula. Tampaknya berapapun compensation and benefit yang disediakan bagi karyawan, itu tidak memengaruhi kinerja atau produktivitas mereka. Itu hanya berpengaruh di awal tapi tidak dalam jangka panjang. Bahkan saya sering bertemu dengan eksekutif yang gajinya sudah dua digit, tapi cara kerjanya masih sangat santai dan jauh dari produktif.
Saya melihat orang yang produktif itu sebagian besar dipengaruhi oleh achievement mereka di dalam pekerjaan. Makin baik pencapaian target kinerja mereka, maka mereka akan semakin produktif. Mereka tidak menuntut compensation atau bonus lebih dahulu. Mereka memilih untuk fokus pada kontribusi yang dapat mereka berikan. Jadi pola motivasional dan manajemen kinerja yang diperlukan adalah bukan memenuhi semua keinginan karyawan di awal sebelum mereka bekerja, namun menyiapkan konsekuensi positif terbaik saat mereka telah melakukan pencapaian kinerja sesuai harapan perusahaan.
Saat akan menulis, entah itu sebuah artikel atau materi untuk buku saya, saya sering kali berpikir bahwa persiapan fasilitas sebelum menulis adalah hal yang akan memengaruhi semangat saya dalam menulis. Saya menyediakan waktu yang tenang tanpa diganggu anak-anak, cemilan, minuman, meja yang rapi, koneksi internet yang baik, dan hal-hal lain yang saya yakini bisa membuat mood saya naik saat menulis. Tapi ternyata saya tidak juga tergerak untuk menulis, itu yang saya hadapi saat dulu mengawali penulisan buku pertama saya High Performance Leadership. Selama tiga bulan tidak ada gerakan yang berarti dalam naskah buku saya. Lalu saya mulai mengubah mindset, bagaimana bila saya tidak fokus pada hal-hal di luar saya, saya fokus pada menulis itu sendiri. Masya Allah produktivitas saya mulai naik saat saya saya mulai menulis paragraf demi paragraf. Dan saya semakin bersemangat saat saya merasa telah menyelesaikan sebuah paragraf yang menurut saya inspiratif. Saya tertantang di paragraf berikutnya, sampai tak terasa selesailah satu bab dari naskah awal buku itu. Ternyata selesainya satu bab itulah yang menguatkan motivasi untuk menguatkan kinerja saya untuk bab berikutnya dan seterusnya hingga akhirnya naskah itu berhasil saya selesaikan dalam 30 hari.
Mereka yang produktif itu lebih bersemangat saat mereka telah mencapai satu titik keberhasilan, mereka akan melangkah dan bekerja secara lebih totalitas setelah berhasil mencapai target awal. Saat tonggak pertama telah dilalui, muncul motivasi untuk meraih tonggak berikutnya. Tugas pemimpin dan manajemen adalah menantang orang untuk bekerja lebih baik dari level kinerja mereka hari ini dan menyediakan motivasi ekstrinsik saat orang telah melakukan achievement yang bernilai. Cepat atau lambat mereka akan berubah menjadi lebih produktif.
Akhirnya, karyawan yang paling puas dalam bekerja bagi perusahaannya adalah karyawan yang terus meningkatkan produktivitasnya. Bila mereka produktif, maka mereka akan puas, bila mereka tidak produktif maka mereka tidak akan pernah puas. Produktivitas mengantarkan kepada kepuasan kerja. Dan kenyataan yang dapat kita saksikan di banyak perusahaan, karyawan produktiflah yang akan mendapatkan perhatian lebih dari pemimpin dan manajemen. (Bambang Triyawan)