Apakah orang benar-benar bisa berubah? Apakah semua pengorbanan waktu dan energi yang kita berikan dalam proses coaching ini benar-benar layak untuk dilakukan? Apakah ini tidak membuang waktu berusaha mengubah orang lain yang tidak mungkin bisa berubah? Pertanyaan-pertanyaan ini juga pernah ada di pikiran dan hati saya, terutama saat saya sedang menangani orang-orang yang sulit atau difficult person. Di setiap organisasi orang-orang sulit itu akan selalu ada. Banyak coach yang mengeluhkan beratnya mengubah pola pikir dan cara kerja orang-orang tersebut.
Prinsip perubahan itu adalah bahwa orang tidak akan berubah sampai mereka meyakini bahwa perubahan itu bermanfaat untuk mereka. Ya, saat orang melihat bahwa perubahan sama sekali tidak mendatangkan manfaat positif bagi mereka, maka mereka akan menolak perubahan. Sebagai coach kita harus menunjukkan dengan jelas apa dampak perubahan bagi kehidupan pribadi dan profesional mereka.
Meski begitu kita tetap harus siap menghadapi yang terburuk, ada saja orang-orang yang benar-benar anti dengan perubahan. Mereka mungkin telah menikmati zona nyamannya. Coach hanya bisa menciptakan stimulus atau kondisi-kondisi yang ideal untuk mendorong perubahan itu, tapi tetap keputusan untuk perubahan itu harus datang dari coachee.
Perubahan yang dipaksakan oleh orang lain tidak akan kuat dan bertahan lama, apalagi permanen. Perubahan itu harus muncul dari kesadaran diri yang kuat. Kesadaran untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang lama menuju pola pikir dan perilaku yang baru. Bila perubahan memang diinginkan oleh seseorang, maka ia akan mampu menjalani perubahan itu secara kuat dan penuh keyakinan.
Perubahan bagi setiap individu adalah sangat mungkin. Meskipun kebiasaan dan karakternya sudah begitu kuat, tetap peluang perubahan itu terbuka lebar. Karakter terbentuk dari kebiasaan, kebiasaan terbentuk dari perilaku, perilaku terbentuk dari pikiran dan hatinya. Banyak pemimpin atau coach mengatakan bahwa perubahan harus dimulai dari pola pikir. Menurut saya tidak cukup, inti perubahan itu adalah di hati. Biarpun pikiran sudah menyetujui sesuatu, bila hati tidak tergerak, maka perubahan tidak akan terjadi. Hati adalah panglimanya. Hati adalah pusat kebaikan dan keburukan manusia. Bila hati telah memilih jalan kebaikan, maka orang akan mulai membuka pintu perubahannya. Hati adalah jantungnya perubahan. Maka dalam setiap sesi coaching yang saya lakukan saya berusaha menyentuh hati orang, tidak hanya berusaha berusaha menyentuh pikirannya.
Di awal perubahan dibutuhkan kesadaran diri. Kesadaran ini muncul setelah orang bertanya kepada hati mereka. Apakah mereka merasa jalan yang mereka pilih saat ini adalah the right way? Apakah prinsip yang mereka pegang teguh saat ini adalah the right principles? Apakah semua pilihan itu mengantarkan pada kedamaian hati? Bila jawabannya adalah tidak, maka orang mulai mencari jalan yang lebih baik. Kesadaran dirinya muncul, mereka ingin meniti jalan baru. Sebuah kesadaran kepada perubahan dipicu oleh keinginan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Dalam upaya mengubah gaya kepemimpinan seorang manajer produksi, saya melihat pergolakan hati yang begitu kuat terjadi dalam dirinya. Beliau adalah orang yang sangat keras atau otoriter dalam memimpin. Ini ungkapannya kepada saya,Kalau kita bersikap keras dan memberikan ancaman maka orang akan lebih cepat untuk merespons apa yang kita inginkan, bila gaya kita lembut orang akan meremehkan dan mengabaikan permintaan kita. Beliau tetap memegang prinsip itu sampai ada peristiwa sabotase produksi yang dilakukan oleh timnya. Pemimpin ini dimintai pertanggungjawaban oleh direksi atas kejadian itu. Pemimpin tersebut akhirnya mengakui bahwa orang berperilaku seperti itu mungkin sebagai bentuk protes kepada dirinya yang terlalu keras dalam memimpin. Dalam sebuah sesi coaching beliau berkata kepada saya, Zaman tampaknya sudah berubah ya Pak, pola yang saya pakai dulu sudah tidak sesuai di zaman sekarang. Saya harus melakukan beberapa perubahan mendasar, terutama soal sikap keras saya dalam memimpin. Saya mungkin sudah banyak menyakiti perasaan tim saya. Kalimat ini keluar dari hati yang tersadarkan. Akhirnya pemimpin itu pun berubah.
Perubahan bisa diawali dengan pemelajaran, dimana orang berusaha meningkatkan kapasitas dirinya, sehingga muncul kesadaran diri untuk berubah. Sumber pemelajaran itu banyak. Proses coaching salah satunya. Dalam kasus di atas perubahan terjadi karena ada peristiwa yang menyentak kesadaran kita. Kejadian yang tidak mengenakkan sebaiknya tidak menjadi pemicu utama dalam keputusan dalam perubahan.
Bisa jadi kehidupan seseorang tampak baik-baik saja saat ini, padahal dibangun di atas pondasi prinsip yang salah. Kelak ia akan mengalami krisis multidimensi bila tidak mengantisipasinya sejak sekarang. Tapi sebagian besar orang memang lebih senang mengobati daripada mencegah. Orang baru peduli pada kesehatannya bila telah divonis sakit, padahal sejak awal ia bisa saja melakukan sesuatu untuk mencegah hadirnya penyakit.
Selama seseorang masih memiliki pikiran dan hati yang terbuka maka ia berpeluang menjadi lebih baik dalam hal perilaku dan kinerja. Kita hanya perlu berusaha menginspirasi pikiran dan hati mereka untuk mempertanyakan kembali alasan-alasan dari setiap perilaku dan tindakan yang mereka lakukan dalam karir dan kehidupannya. Apakah landasan sikap dan tindakan mereka sudah benar atau masih perlu diluruskan? Bila memang landasan prinsip mereka masih jauh dari benar, maka kita bisa menawarkan alternatif baru dalam bersikap dan bertindak. Kita bisa menyarankan perubahan mendasar.
Kapan saat yang terbaik untuk berubah? Apakah minggu depan, bulan depan, atau tahun depan? Jawabannya adalah sekarang. Semua orang dibatasi oleh waktu. Kita tidak pernah tahu berapa lama lagi waktu yang masih kita miliki. Menunda perubahan sama saja dengan menunda berbagai kebaikan dan keberhasilan dalam karir kita. Seorang coach harus terus mendorong orang untuk berubah sesegera mungkin demi kebaikan mereka sendiri. (Bambang Triyawan)
13 Des 2023