Coaching adalah metodologi yang sangat efektif untuk mengubah perilaku dan kinerja seseorang, tapi seringkali pelaksanaannya tidak selalu berjalan efektif. Ada saja hal-hal yang membuatnya gagal atau tidak berhasil dalam mencapai tujuan baik tersebut. Apa saja yang bisa membuat upaya coaching bisa gagal?
Pertama, adanya kesalahpahaman atau miskomunikasi. Coach harus benar-benar akurat dalam memahami aspirasi, kebutuhan, dan masalah-masalah yang dihadapi coachee. Bila diagnosanya salah, maka solusinya juga tidak tepat. Untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan butuh banyak jam terbang dan seorang coach memang harus lebih sabar dalam mendengarkan, jangan mudah menghakimi atau mudah menyimpulkan sesuatu. Klarifikasi kembali hal-hal yang masih dipandang belum jelas.
Kedua, terjebak menceramahi coachee. Karena tidak sabar seorang coach bisa terjebak memberikan instruksi, arahan, atau nasihat-nasihat yang panjang kepada coachee. Mungkin karena menganggap cara itu lebih mudah dan sudah menjadi kebiasaan bagi coach. Namun dengan melakukannya proses coaching bisa berubah menjadi seperti briefing harian biasa. Coach harus meyakinkan dirinya bahwa coachee memiliki potensi yang besar untuk merubah perilaku dan kinerjanya serta berusaha menemukan cara agar mereka lebih berdaya dalam bekerja sehingga tidak perlu banyak diberikan arahan.
Ketiga, waktu yang sempit sehingga tidak ada rencana tindakan yang konkrit. Pembicaraan yang tidak fokus dan ke luar dari isu-isu kinerja yang penting kadang membuat waktu ideal coaching selama 30 menit berlalu tanpa terasa, sehingga rencana tindakan konkrit tidak bisa dirumuskan dalam waktu yang ada. Kalaupun rencana tindakan berhasil dirumuskan namun tidak memiliki korelasi atau hubungan dengan indikator kinerja yang hendak ditingkatkan. Coach harus lebih disiplin dalam mengendalikan sesi coachingnya, beralih dari satu langkah coaching ke langkah berikutnya secara efektif. Saran saya lebih banyak menghabiskan waktu di tahapan action plan dan inspire commitment.
Keempat, konflik antara coach dan coachee. Konflik adalah konsekuensi alamiah dari hubungan antar manusia. Coach dan coachee pasti tidak bisa bersih dari konflik. Konflik bisa disebabkan oleh ketersinggungan, emosi yang tidak terkendali, atau harapan-harapan yang tidak terpenuhi dari kedua belah pihak. Jangan memaksakan proses coaching tetap berjalan bila konflik belum diselesaikan, karena tidak akan efektif. Coachee pasti akan bersikap defensif dan coach akan semakin emosional. Bila konflik terjadi pastikan keduanya siap bicara terbuka dan saling memaafkan satu sama lain. Coaching hanya bisa berjalan efektif dalam suasana yang cair dan menyenangkan.
Kelima, coachee tak juga berubah meski coaching sudah berjalan lama. Ada kondisi dimana coachee sulit berubah meski coaching sudah dimulai sejak beberapa bulan ke belakang. Penyebab coachee tidak berubah kemungkinan disebabkan dua hal utama. Pertama, ada yang salah dalam teknik coachingnya. Seringkali masalah teknik coaching ada di pola komunikasinya. Coach harus terus meningkatkan kemampuan berkomunikasinya. Kedua, belum terjadi perubahan dalam mindset dan hati dari coachee. Coach harus lebih provokatif dan bisa membawa coachee ke dalam pola pikir baru, lalu menggerakkan hati coachee untuk berubah. Memang kemampuan menyentuh hati ini tidak bisa instan dimiliki seorang coach. Makin banyak melakukan coaching kepada orang yang berbeda-beda maka seorang coach makin bisa merasakan hati orang lain dan bisa menginspirasinya dengan baik.
Dengan mengetahui penyebab kegagalan coaching kita bisa melakukan antisipasi secara lebih baik. Semoga kita semua semakin mampu menginspirasi dan memberdayakan tim kita. (Bambang Triyawan)